MRI – Jakarta |Keluarga Imam Masykur menyayangkan putusan majelis hakim terhadap tiga anggota TNI dengan vonis penjara seumur hidup atas pembunuhan korban.
Imam dibunuh oleh Praka Riswandi Manik dari satuan Paspampres, Praka Heri Sandi dari Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dittopad), dan Praka Jasmowir dari Kodam Iskandar Muda Aceh.
“Kami sudah koordinasi dengan oditur militer dan memohon putusan yang dijatuhkan, yaitu penjara seumur hidup, untuk dilakukan banding ke hukuman mati,” ujar kuasa hukum keluarga Imam Masykur, Putra Safriza, di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Senin (11/12/2023).
Fauziah selaku ibunda korban juga menuturkan hal yang sama. Menggunakan Bahasa Aceh, ia meminta oditur militer mengajukan banding.
“Harapan dari seorang ibu juga meminta kepada oditur militer, memohon, tepatnya, untuk banding ke hukuman mati,” kata Fauziah.
Pihak keluarga memang berterima kasih kepada pengadilan militer karena menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada tiga terdakwa itu. Namun, bukan berarti mereka akan menerimanya begitu saja tanpa berupaya untuk melawan. Keluarga Imam Masykur berharap, oditur militer menggunakan waktu untuk berpikir untuk mempersiapkan banding.
“Semoga jawaban pikir-pikir dulu adalah persiapan banding yang akan dilakukan dalam waktu cepat untuk hukuman maksimal Pasal 340 KUHP, seperti apa yang pernah menjadi atensi Panglima TNI, yakni hukuman mati kepada pelaku,” ucap Putra.
Imam Masykur adalah pemilik toko obat di Rempoa, Tangerang Selatan. Ia diculik dan dibunuh oleh Praka Riswandi Manik, Praka Heri Sandi, dan Praka Jasmowir.
Jasad Imam ditemukan di sebuah sungai di Karawang, Jawa Barat, usai dibuang oleh para pelaku.
Oditur militer menilai, ketiganya telah terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama, yang telah diatur dalam Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Para terdakwa juga dinilai terbukti bersalah melakukan penculikan yang diatur dalam Pasal 328 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Oditur militer sebelumnya menuntut hukuman mati dan pemecatan dari dinas militer TNI AD. Dalam sidang pembacaan vonis, para pelaku dipenjara seumur hidup selain pemecatan.
Namun, majelis hakim menawarkan hak untuk mengajukan banding kepada penasihat hukum para terdakwa dan oditur militer terkait vonis itu.
Kedua belah pihak mengambil hak itu dan diberi kesempatan selama tujuh hari untuk memutuskan sikap terkait vonis tersebut.