MR | Aceh Selatan,- Koalisi NGO HAM gelar diskusi publik bersama multistakeholder mengenai model reparasi bagi korban pelanggaran HAM masa lalu di Aula Bappeda Kabupaten Aceh Selatan, Kamis (7/03/2024).
Kegiatan tersebut dibuka oleh Sekda Aceh Selatan diwakili oleh Asisten 1 Damarsyah dan ikut dihadiri oleh sejumlah SKPD Aceh Selatan, Akademisi dan Praktisi, CSO serta perwakilan korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di Kabupaten Aceh Selatan.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Khairil Arista, S.H menuturkan, Isu reparasi pemulihan korban pelanggaran HAM telah menjadi prioritas pemerintah yang memutuskan untuk mengadopsi pendekatan penyelesaian non yudisial terhadap pelanggaran HAM yang fokus utama pada pemulihan hak korban.
Keputusan ini mencerminkan komitmen untuk memberikan rasa keadilan dan dukungan menyeluruh kepada mereka yang telah menderita akibat pelanggaran HAM.
“Program pemerintah ini ditandai terlaksananya kick off penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat pada Selasa 27 Juni yang lalu di Pidie”, Ujar Khairil
Sejauh ini, menurut Khairil, langkah pemenuhan hak atas pemulihan pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh belum terlaksana dengan baik oleh pemerintah.
Oleh karena itu, lanjut Khairil, dengan adanya peluncuran program tersebut, ia berharap menjadi suatu kebijakan besar untuk menuju pada pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM di masa lalu.
Khairul menjelaskan, dalam pencapaian tersebut membutuhkan perhatian khusus pada tujuh aspek yaitu perlindungan korban, pemulihan korban, pengelolaan data korban, penyediaan layanan informasi bagi korban, regulasi yang berpihak pada korban dan pembentukan lembaga yang efektif dalam menangani korban serta peningkatan sumber daya manusia bagi korban.
Dalam mendorong hak pemulihan korban atas korban pelanggaran HAM khususnya yang terjadi di Aceh Koalisi NGO HAM sedang menyusun kertas kebijakan untuk mengadvokasi terkait model pemulihan korban yang ideal bagi korban dan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu, sebut Khairil.
Perumusan model tersebut tidak semata-mata dari pihak Koalisi NGO HAM semata, akan tetapi data lain juga telah dikumpulkan dari lokakarya bersama multistakeholder dan pertemuan bersama korban dan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu ditujuh kabupaten di Aceh.
Ketujuh kabupaten tersebut Meliputi Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Utara Bireuen, Aceh Timur dan Aceh Selatan.
Khairil juga menjelaskan, untuk memperkuat hasil lokakarya dan pertemuan diskusi publik tersebut menjadi panggung penting dalam mendorong pemahaman dalam terkait model reparasi korban.
Dengan melibatkan berbagai pihak diskusi yang disupport oleh Nonviolent Peace Force dan Kingdom of the Nederlan, pihak Koalisi NGO HAM berharap mampu memberikan presentasi yang menyeluruh tentang model reparasi bagi korban pelanggaran HAM.
Oleh karena itu, lanjut Khairil, pemikiran dan pengalaman yang beragam dari para peserta undangan akan menjadi dasar bagi keputusan-keputusan strategi yang akan diambil selanjutnya.
Diskusi tersebut bertujuan untuk menyampaikan informasi mengenai isu strategis berkenaan dengan HAM untuk dimuat dalam Rencana Pengembangan Jangka Panjang Aceh (RPJPA) kepada korban pelanggaran HAM serta untuk mendapatkan masukan untuk draft model pemulihan korban, pungkas Khairil. (**)